Pernahkah Anda terlibat dalam sebuah proyek tim di mana hasil akhirnya terasa biasa saja, bahkan mungkin lebih buruk daripada jika Anda mengerjakannya sendirian? Rapat yang berputar-putar tanpa hasil, ide-ide yang saling bertabrakan, dan energi yang terkuras habis untuk berkompromi. Ini adalah pengalaman yang sangat umum dan membuat banyak dari kita skeptis dengan kekuatan kerja tim. Namun, di sisi lain, kita juga pernah mendengar atau mungkin mengalami momen ajaib di mana kolaborasi terasa begitu ringan, ide-ide cemerlang bermunculan entah dari mana, dan hasil akhirnya jauh melampaui kontribusi individu manapun. Momen inilah yang disebut “sinergi”. Kata ini seringkali dilontarkan sebagai jargon kosong di dunia korporat, tetapi pada intinya, sinergi adalah sebuah prinsip yang nyata dan bisa dipelajari. Ini bukanlah sebuah bakat misterius, melainkan sebuah praktik sadar yang bisa Anda mulai terapkan, hari ini juga.
Dalam buku legendarisnya, “The 7 Habits of Highly Effective People,” Stephen Covey mendefinisikan Synergize atau bersinergi sebagai kebiasaan ke-6. Esensinya adalah bahwa keseluruhan lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya. Secara matematis, ini adalah prinsip di mana 1 + 1 bisa sama dengan 3, 10, atau bahkan 100. Ini bukan tentang sihir, melainkan tentang penciptaan kreatif. Untuk memahami sinergi, kita perlu membedakannya dari dua hal lain yang sering dianggap sama. Sinergi bukanlah kompromi, di mana 1 + 1 hanya menghasilkan 1,5 karena kedua belah pihak sama-sama mengalah. Sinergi juga lebih dari sekadar kerja sama, di mana 1 + 1 menghasilkan 2 yang bisa ditebak. Sinergi adalah ketika dua atau lebih orang berinteraksi dengan keterbukaan dan rasa hormat, mereka menciptakan solusi atau ide baru yang lebih baik, yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh siapapun.
Langkah Pertama: Menghargai Perbedaan sebagai Aset, Bukan Ancaman

Titik awal dari semua sinergi adalah sebuah pergeseran mindset yang fundamental. Kita harus berhenti melihat perbedaan pendapat, latar belakang, atau cara pandang sebagai sebuah masalah, dan mulai melihatnya sebagai aset terbesar kita. Bayangkan sebuah tim desain yang terdiri dari seorang desainer yang sangat artistik dan seorang manajer pemasaran yang sangat analitis. Sang desainer ingin membuat kemasan produk yang indah dan penuh seni, sementara sang manajer pemasaran menginginkan kemasan yang jelas menampilkan manfaat produk dan harga diskon. Dalam tim yang tidak sinergis, ini adalah sumber konflik. Namun, dalam tim yang sinergis, ini adalah sumber kreativitas. Gesekan antara dua sudut pandang yang berbeda inilah yang akan memicu pertanyaan-pertanyaan brilian: “Bagaimana kita bisa menciptakan desain yang artistik sekaligus komunikatif?” atau “Adakah cara untuk menampilkan informasi diskon dengan cara yang elegan?”. Praktik pertama yang bisa Anda mulai hari ini adalah, dalam setiap diskusi, carilah secara aktif sudut pandang yang paling berbeda dari Anda dan dengarkan dengan tulus, dengan niat untuk memahami, bukan untuk membantah.
Praktik di Meja Rapat: Mencari “Jalan Ketiga” yang Tak Terpikirkan
Ketika dihadapkan pada dua pilihan yang berlawanan, kecenderungan alami kita adalah memilih salah satu atau mencari jalan tengah. Sinergi menantang kita untuk mencari “Jalan Ketiga” atau The 3rd Alternative. Ini bukan jalan “saya” atau jalan “Anda”, melainkan jalan “kita” yang baru dan lebih unggul. Mari kita ambil contoh nyata. Sebuah UKM ingin mencetak brosur untuk pameran. Tim keuangan menyarankan untuk menggunakan kertas paling murah agar hemat biaya (Jalan Pertama). Tim desain, di sisi lain, menginginkan desain yang ramai dengan banyak gambar di atas kertas mahal agar terlihat premium (Jalan Kedua). Alih-alih berdebat, tim yang sinergis akan berkata, “Oke, tujuan kita adalah tampil premium dengan budget terbatas. Mari kita cari jalan ketiga.” Mungkin jalan ketiganya adalah menggunakan kertas berkualitas sedang yang lebih tebal, dengan desain yang sangat minimalis dan elegan, lalu menambahkan satu sentuhan finishing mewah seperti emboss pada logo. Hasilnya adalah brosur yang terlihat jauh lebih mahal dari biayanya, sebuah solusi yang tidak akan muncul jika mereka hanya bertahan pada argumen awal masing-masing.
Komunikasi Sinergis: Dari “Kamu Salah” menjadi “Aku Belum Paham”

Sinergi tidak akan pernah tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan bahasa defensif dan ego. Oleh karena itu, mempraktikkan sinergi berarti kita harus sangat sadar dengan pilihan kata-kata kita. Ini adalah latihan mikro yang bisa Anda lakukan dalam setiap percakapan. Alih-alih mengatakan, “Tapi ide itu tidak akan berhasil karena…”, cobalah ganti dengan, “Dan apa yang terjadi jika kita mempertimbangkan…”. Kata “tapi” cenderung meniadakan kalimat sebelumnya, sementara kata “dan” bersifat membangun. Alih-alih langsung menyerang sebuah ide dengan kalimat, “Itu tidak masuk akal,” coba gunakan kalimat yang penuh rasa ingin tahu, seperti, “Itu perspektif yang menarik. Boleh bantu aku memahami alur berpikirmu?”. Mengubah frasa dari “Kamu salah” menjadi “Aku belum paham” adalah sebuah pergeseran kecil yang memiliki dampak psikologis yang besar. Ini membuka pintu untuk dialog, bukan perdebatan, dan menciptakan keamanan bagi orang lain untuk berbagi ide-ide mereka yang mungkin masih mentah.
Pada akhirnya, praktik sinergi adalah tentang keberanian untuk mengakui bahwa kita tidak memiliki semua jawaban dan kerendahan hati untuk percaya bahwa bersama-sama, kita bisa menciptakan sesuatu yang lebih baik. Ini adalah tentang mengubah energi konflik menjadi bahan bakar kreativitas. Ini adalah sebuah pilihan sadar untuk menghargai kekayaan yang ada dalam perbedaan, bukan keseragaman. Mulailah dari yang kecil. Dalam interaksi Anda berikutnya, baik dengan rekan kerja, klien, atau bahkan pasangan, coba terapkan satu dari prinsip-prinsip ini. Alih-alih fokus untuk memenangkan argumen, fokuslah untuk memahami. Anda akan terkejut melihat bagaimana pergeseran kecil dalam pendekatan Anda dapat membuka pintu menuju solusi-solusi tak terduga dan hubungan yang lebih kuat. Itulah keajaiban sinergi yang sesungguhnya.